RSS Feed

4 Nasihat bagi Calon Tetamu Allah

Posted by Sumayyah Mohd Idris

empat nasihat bagi para calon tamu Allah..

Pertama, luruskan niat dari ibadah haji itu hanya untuk memenuhi panggilan Allah, semata sebagai perwujudan ketaatan dan kepatuhan atas perintah-Nya (Q.S. 98:5). Nasihat ini perlu disampaikan kepada para calon jemaah haji karena lima belas abad lalu, Rasulullah saw. telah memprediksikan umatnya yang akan melaksanakan ibadah haji itu dengan motif yang bermacam-macam. Sangat sedikit sekalli dari mereka yang memiliki niat untuk beribadah hanya karena untuk memenuhi panggilan Allah.

Rasulullah saw. telah bersabda, Akan datang suatu waktu kepada umat manusia, mereka orang kaya bermotif melaksanakan hajinya untuk wisata. Mereka yang golongan menengah motif melaksanakan hajinya untuk berdagang. Kebanyakan mereka motif melaksanakan hajinya untuk dilihat dan didengarkan gelar hajinya. Dan mereka yang miskin motif melaksanakan hajinya untuk minta-minta. (H.R. Khatib dari Anas r.a).

Di dalam keterangan yang lain, Rasulullah saw. juga menerangkan, yang bermotif wisata lebih banyak daripada yang bermotif ibadah haji karena memenuhi panggilan Allah. Oleh karena itu, Rasulullah saw. mempertegas sekaligus mengingatkan kepada umatnya, khusus niat ibadah haji ini agar diikrarkan dan atau ditalafudzkan secara terus-menerus dengan kalimat Labbaikallahumma hajjan, labbaikallahuma labbaik, labbaika la-syariekalaka labbaik. Innal hamda wan-ni'mata laka wal mulk la-syarieka lak. Ya Allah, aku datang untuk memenuhi panggilan-Mu melaksanakan ibadah haji. Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah! Aku datang memenuhi panggilan-Mu, akan datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu.

Kedua, kuasai dan mantapkan pemahaman pada syariat dan kaifiyat haji. Artinya sampaikan kepada mereka yang akan melaksanakan ibadah haji agar semaksimal mungkin menguasai dan memahami berbagai hal peraturan ibadah haji yang telah Allah syariatkan serta tata cara ibadah yang telah Rasulullah saw. contohkan.

Khudzu 'annie manasikakum. Lakukan ibadah hajimu itu seperti ibadah haji yang aku lakukan ini, begitu pesan Nabi saw. Janganlah para jemaah dalam ibadah ini menggantungkan harapan hanya kepada para pembimbing. Karena berdasarkan logika dan pengalaman menunjukkan bahwa dengan jemaah yang sangat banyak, ditambah dengan jemaah-jemaah lain dari berbagai negara, sungguh sangat tidak mungkin setiap jemaah akan mendapat dibimbing satu per satu tiap jemaah, lebih-lebih dengan pemahaman yang sangat bermacam-macam. Apabila tidak menguasai dan memahami hal ini, selain akan membuat jemaah menjadi ragu-ragu dalam ibadah, juga yang paling dikhawatirkan adalah mereka hanya mengikuti cara ibadah jemaah lain yang jelas-jelas mungkin mempunyai pemahaman dan kepentingan masing-masing.

Oleh karena itu, andaikata dengan panduan yang selama ini dibagikan oleh Departemen Agama sangat sulit untuk dikuasai dan dipahami, apalagi untuk dihafalkan. Maka pahamilah substansi dari satu amalan yang ada di dalam manasik tersebut sekaligus hafalkan doa-doanya yang pendek saja sehingga ketika kita berpisah dengan pembimbing, kita sudah mandiri dan yakin dengan apa yang kita amalkan.

Ketiga, ketepatan waktu dalam beribadah. Karena ibadah haji ini sangat terbatas waktunya tidak seperti ibadah umrah yang bisa dilaksanakan kapan saja. Allah telah berfirman, "Musim haji itu adalah beberapa bulan yang telah ditetapkan, maka barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu untuk melaksanakan kewajiban haji, maka jangalah ia berbuat rafats, perbuatan yang sia-sia, jangan berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal ialah takwa dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal" (Q.S. 2:197).

Meski sebagian ahli tafsir berbeda pendapat tentang kapan mulai niat haji berdasarkan pada ayat tersebut di atas, apakah niat haji itu mulai pada bulan haji, yakni bulan Syawal, Zulqaidah, dan sepuluh hari pada bulan Zulhijjah, atau pada saat mau melaksanakan ihram haji. Namun bulan dan sebagian hari dari bulan ketiga diungkapkan dalam bentuk jama' (asyhur) untuk menunjukkan dominasi, dan para ulama juga telah sepakat yang dimaksud dengan fardu pada ayat itu ialah memastikan dan mengharuskan ihram haji (Tafsir Ibnu Katsier, Jilid 1:323).

Dan yang paling penting untuk diperhatikan oleh para calon jemaah haji adalah ketika telah memasuki waktu-waktu melaksanakan ibadah haji mulai tanggal 8 hingga Zulhijah sebagai puncak dan pelaksanaan ibadah haji, orang Sunda mengatakan waktu ngahijikeun. Di antara waktu-waktu inilah para jemaah haji harus mengetahui dan jeli kapan mereka harus menetapkan niat sambil menggunakan pakaian ihram, kapan waktu wukuf di padang Arafah, kapan mengambil batu kerikil di Muzdalifah, kapan waktu melontar jumrah, kapan waktu tahallul, kapan waktu thawaf, kapan waktu sa'i, kapan waktu tahallul tsani, kapan kembali ke Mina, kapan waktu melontar Jumrah Ula, Wustha, 'Aqabah, dan kapan pula waktu untuk kembali ke Mekah maupun ke Mina.

Keempat, ketetapan tempat manasik haji. Artinya para calon jemaah haji harus hati-hati ketika berada di suatu tempat, terutama tempat-tempat yang telah ditentukan sebagai tempat manasik haji. Umpamanya di mana para calon jemaah haji akan memakai pakaian ihram, di mana letak Padang Arafah sebagai tempat wukuf, di mana batas antara Muzdalifah dengan Mina, di mana Mina sebagai tempat melontar dan mabit, serta di mana tempat untuk melaksanakan thawaf, sa'i, dan tahallul.

Rasulullah saw. menyatakan, Al-Hajju Arafatun. Haji adalah wukuf di Padang Arafah. Itulah di antara hal-hal yang harus disampaikan kepada para calon jemaah haji dan itu pula yang harus dijadikan sebagian rujukan oleh calon jemaah haji sebagai upaya untuk kesempurnaan ibadah menuju haji yag mabrur. Selamat jalan para hujjaj. Semoga menjadi haji yang mabrur.***

Penulis pengurus MUI Kabupaten Bandung, Ketua BTM Baitusy-Syafi RS Muhammadiyah Bandung.

0 comments: