Dalam dakwah dan juga kehidupan, manusia tidak lepas daripada berinteraksi dan setiap interaksi itu tentunya akan melahirkan sesuatu. Seorang daie di tuntut untuk memaksimakan interaksinya dengan orang lain supaya ianya berhasil untuk memacu dakwah di dalam masyarakat. Hadiah merupakan salah satu seni interaksi yang mampu melahirkan suatu impak yang luar biasa. Dan terkadang, kita buntu bagaimana cara untuk kita mengenali dan mengetuk pintu hati seseorang? Memberi hadiah adalah satusatu daripada wasilahnya. Dalam beberapa riwayat, Rasul sangat mendorong agar kaum Muslim saling memberi hadiah, bahkan meskipun hadiah itu secara tampak nilainya kecil. Beliau berkata, “…meski sebuah tungkai kambing.” Manusia tewas dengan pemberian – Kerana adanya sifat ‘inginkan / meminta’ Kehidupan manusia tak pernah luput dari yang namanya keinginan ataupun meminta. Sedar atau tidak, kita memerlukan orang lain untuk memberi sesuatu yang kita perlukan. Begitulah kehidupan berputar. Sejak lahir, seorang anak manusia meminta banyak dari ibunya. Mulai dari makanan, minuman, perlindungan, dan belaian kasih sayang. Ungkapan memintanya pun tidak mengenakkan: menangis. Itulah bahasa meminta pertama manusia. Mungkin, inilah tabiat dasar manusia: selalu meminta. Mulai lahir, masa anak-anak, dewasa, dan akhirnya tua. Lagi-lagi, manusia meminta. Bahkan di akhir hayat pun tangis mengungkapkan bahasa asalnya ketika lahir: meminta. Manusia menangis kerana merasa tidak mampu mengurus dirinya sendiri, menjaga isteri, dan membiayai anak-anak. Ia menangis sebagai ungkapan meminta ke orang lain. Memberi Hadiah – Mengukuhkan rasa cinta Dalam satu hadith mursal, Imam Malik di dalam Al-Muwatha’ mengeluarkan hadis dari Atha’ ibn Abdillah al-Khurasani bahwa Rasul saw. juga pernah bersabda: تَصَافَحُوا يَذْهَبْ الْغِلُّ، وَتَهَادَوْا تَحَابُّوا، وَتَذْهَبْ الشَّحْنَاءُ Saling berjabat tanganlah kalian, nescaya akan hilang rasa dengki; dan saling memberi hadiahlah kalian, nescaya kalian kalian akan saling mencintai dan akan lenyap rasa permusuhan (HR Malik). Hadis Malik ini statusnya adalah hadis mursal, karena Atha’ ibn Abdillah al-Khurasani adalah seorang tâbi’în. Hadiah, mampu menumbuhkan rasa cinta, apabila pemberi memberi dengan ikhlas hati kepada penerima. Dan penerima selalunya akan rasa terhutang budi kepada pemberi, langsung melapangkan dadanya menerima pemberi, membuang rasa benci dan menyemai kasih sayang. Bahkan hadith lain mengatakan; « تَهَادَوْا تَحَابُّوا » “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian saling mencintai” (HR al-Bukhari, al-Baihaqi, Abu Ya’la) Kisah generasi pertama Itulah yang pernah terjadi di generasi para sahabat Rasul. Seorang sahabat Anshar pernah menawarkan separuh hartanya kepada Abdurrahman bin Auf. Bahkan, ia siap menceraikan salah seorang isterinya untuk kelak dinikahkan kepada Abdurrahman bin Auf. Sepertinya si sahabat Anshar menangkap sesuatu yang kurang dari sahabatnya yang ‘terusir’ dari Madinah itu. Kasihan Abdurrahman, ia meninggalkan segala-galanya di Mekah demi menunaikan perintah Rasul untuk berhijrah. Begitulah mungkin yang sempat terpikir sahabat Anshar. Tanpa menunggu diminta, ia langsung menawarkan. Sayangnya, penawarannya yang tulus ditolak Abdurrahman. Sahabat Muhajirin ini tidak mahu menyusahkan tuan rumah. Ia cuma menanyakan tempat di pasar, agar dia boleh berdagang. Khatimah Pelbagai manfaat boleh kita peroleh daripada pemberian hadiah; - Membina persepsi yang baik terhadap diri kita
- Merapatkan jurang hubungan
- Melaksanakan tanggungjawab sosial
- Menyemai benih iman dan mendidik berinfak di jalan Allah
Berilah hadiah, tidak kira sebesar manapun materialnuya, yang penting ianya datang dari hati yang penuh ikhlas. Mudahan infak yang keluar dari poket seorang mukmin, menjadi seperti apa yang di umpamakan Allah iaitu, diumpamakan seperti benih. Dari benih itu menjadi pohon kebaikan yang tumbuh besar dan akhirnya berbuah. Maha Benar Allah swt. dalam firman-Nya di surah Al-Baqarah ayat 261, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” Allah swt. berfirman, “…Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 9)
|